Oleh Erni Yuwana

Gaung atas nama kebebasan menggema dalam Gerakan Women’s March Jakarta (WMJ) pada hari Sabtu, 3 Maret 2018. Dua ribu wanita melakukan long march dalam upaya menyambut Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret setiap tahunnya.

Jalanan Jakarta penuh warna dengan papan-papan pesan penuh kata. Sejumlah figur publik pun turut serta turun ke jalan, seperti Hannah Alrashid yang datang dengan papan berpesan lantang, “Aurat gue bukan urusan lo! Stop victim blaming. Stop pelecehan seksual.”

Papan pesan yang lain pun menyuarakan hal yang serupa bahwa tubuh, pakaian dan selangkangan (aktifitas seksual) adalah otoritas individu. Hal ini bersifat privasi. Pihak lain tidak boleh ikut campur dan seharusnya tidak diatur oleh pihak luar (negara). Termasuk juga pilihan seseorang untuk menjadi seorang wanita walaupun tidak ber-vagina.

Rasa empati, simpati bahkan perlawanan di hati masyarakat akhirnya menyeruak. Pro kontra pecah. Berbagai tanggapan dan komentar meramaikan media sosial.

“Saya memandang pernikahan bukan sebagai life goal, hidup bersama tidak harus menikah. Menikah tujuannya cuma legalitas di depan hukum, lingkungan sosial dan agama,” tulis salah seorang netizen.

Gerakan WMJ  bukan hanya sekedar gerakan long march dan membentangkan poster dan papan pesan. Untuk tahun 2018 ini, WMJ memiliki tuntutan kepada pemerintah untuk menghapus kekerasan berbasis gender, termasuk identitas gender dan orientasi seksual dalam tingkat hukum dan kebijakan.

“Itu yang menjadi fokus kami karena beberapa alasan. Kami menuntut bukan hanya perlindungan tetapi juga bantuan hukum dan pemulihan untuk penyintas,” kata Wakil Ketua Panitia Women`s March Jakarta 2018 Naila Rizqi Zakiah dalam jumpa pers di Aula Komnas Perempuan, Jakarta, Kamis (1/3/2018), dikutip dari Antara News.

Di tingkat kebijakan, aksi tersebut ingin mendorong adanya pengesahan RUU Penghapusan kekerasan seksual, RUU Pekerja Rumah Tangga, serta mengkritik Rancangan KUHP yang dinilai bermasalah dengan perluasan mengenai zina dan larangan distribusi alat kontrasepsi atau pendidikan kesehatan reproduksi.

Aroma kebebasan seksual jelas-jelas menyeruak dan terlihat nyata. Gerakan Women’s march Jakarta sedang meminta ruang bagi LGBT, PSK, seks bebas, pasangan kumpul kebo untuk mendapatkan ruang eksistensi dan perlindungan negara. Termasuk juga kebebasan berbusana, tanpa batasan gender maupun aurat.

Dilansir dari Hidayatullah.com, kebebasan seksual ini nampak dalam RUU PKS pada pasal 7 ayat (1) yaitu adanya hak mengambil keputusan yang terbaik atas diri, tubuh dan seksualitas seseorang agar melakukan atau berbuat atau tidak berbuat. Artinya kebebasan seksual harus dilindungi. Termasuk ketika memilih seks bebas, kumpul kebo, zina dan seks menyimpang semisal LGBT.

Lebih jauh lagi, pada pasal 7 ayat (2) dinyatakan bahwa kontrol seksual sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) meliputi: a. Pemaksaan menggunakan atau tidak menggunakan busana tertentu;  Maka orang tua tidak boleh mendisiplinkan anaknya berhijab untuk menutup aurat. Karena termasuk kontrol seksual dalam hal busana.

Seorang laki-laki tidak harus berpakaian laki-laki, namun boleh berpakaian perempuan. Demikian juga sebaliknya. Perempuan boleh berpakaian laki-laki. Karena melarangnya termasuk kontrol seksual. Para perempuan juga berhak berbaju seksi dan minim,  karena itu dianggap hak yang dilindungi undang-undang.

Pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa Tindak pidana perkosaan meliputi perkosaan di dalam dan di luar hubungan perkawinan. Sesuai pasal ini, seorang istri bisa sesuka hatinya memilih untuk melayani suami atau tidak. Jika suami memaksa untuk berhubungan, maka terkategori pemerkosaan.

Gerakan Women’s March Jakarta ini pada akhirnya membawa pada satu titik. Titik yang mereka anggap sebagai titik pencerahan dan solusi terhadap masalah perempuan. Titik tersebut adalah menjadikan manusia berkarakter “fully human, not religious”.

“Fully Human, not religious”, suatu ide yang berusaha mereka paksakan ke dalam pikiran dan benak kaum muslim di Indonesia. Mereka ingin menjadikan karakter individu memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi tapi meninggalkan sisi religius. Rasa kemanusiaan yang seperti apa yang mereka perjuangkan?

Rasa kemanusiaan yang mendorong untuk mendukung LGBT sebagai perilaku normal manusia. Apa yang salah dari mencintai sesama jenis? Bukan kah mereka melakukan atas dasar suka sama suka? Bukan kah itu manusiawi? Tidak merugikan siapapun.

Bukan kah transgender juga merupakan pilihan manusia? Kenapa dipermasalahkan? Di mana letak kesalahan jika laki-laki punya perasaan dan kecenderungan seperti perempuan? Ini adalah hak mereka. So, jangan ada diskriminasi. Fully human, not religious, please…

Rasa kemanusiaan yang mereka (WMJ) perjuangkan tidak lain adalah rasa belas kasih  yang mendorong masyarakat untuk mendukung eksistensi seks bebas, pasangan kumpul kebo, zina. Menjadikan pribadi fully human berarti menerima pelaku seks bebas, pasangan​ kumpul kebo, para pezina secara apa adanya, dengan pilihan pelampiasan nalurinya yang tidak biasa. Toh, suka sama suka. Selama bertanggung jawab, tidak atas dasar kekerasan atau pemaksaan, kenapa harus dianggap negatif? Belajarlah menghargai mereka! Memanusiakan mereka. Fully human, please! Not religious!

Rasa kemanusiaan yang mereka (WMJ) harapkan adalah rasa menghargai dalam perbedaan cara berpakaian. Menjadikan pribadi fully human berarti menyesuaikan diri dengan arus modernitas, bisa menerima jenis pakaian apa saja. Karena itu adalah hak mereka! Tidak ada masalah jika mereka menggunakan pakaian mini. Yang picik dan salah adalah otak kotor laki-laki, bukan pakaian mini. Sumber pelecehan bukan karena busana, tapi kelakuan brengsek dan bejat para lelaki.

Berpakaian pun tidak harus sesuai gender. Sah-sah saja jika style fashion laki-laki adalah feminim, atau pun sebaliknya. Tidak ada yang dirugikan jika laki-laki mengenakan rok atau perempuan mengenakan celana. Tidak ada yang rugi. Kenapa dipermasalahkan? Sah-sah saja. Hargailah mereka. Jadilah pribadi “fully human”! Not religious!

Untuk urusan ranjang, seorang istri harus punya kekuasaan penuh atas tubuhnya. Dia bisa memilih mau atau tidak mau, bersedia atau tidak bersedia berhubungan badan dengan suaminya. Tidak boleh ada doktrin agama bahwa melayani suami dalam berhubungan badan adalah wajib. Menjadikan pribadi religius berarti tidak membentuk “fully human”, tidak menjadi manusia seutuhnya. Terkekang. Terbelenggu. Not religious, please.

Ide “fully human, not religious” adalah racun berbahaya. Ide tersebut merupakan bunuh diri peradaban. Membawa kembali ke era kegelapan. Kembali ke lubang nista tanpa mengenal kemuliaan. Harga diri dan kasih sayang sejati akan musnah di telan ide bodoh yang murahan.

Eksistensi LGBT, seks bebas, pasangan kumpul kebo, zina, kebebasan berbusana atas logika “fully human, not religious” benar-benar ide busuk tidak manusiawi. Perilaku menyimpang tersebut lah yang selalu mengundang dan menyisakan penyakit menular seksual dan HIV/AIDS yang mengerikan lagi mematikan. Penyakit kotor yang membunuh manusia tanpa ampun. Bukan kah terlalu tidak manusiawi melestarikan penyakit menular menjijikkan dengan cara melegalkan tindakan asusila tersebut? Peradaban mulia mana yang mampu dibangun orang berpenyakit fisik dan mental?

LGBT sendiri adalah penyakit psikis yang tidak bisa menerima keadaan dan kodrat dirinya sendiri. Jika menerima kondisi diri sendiri saja tidak mampu, bagaimana menghadapi dan mengatasi masalah orang lain atau negeri ini? LGBT adalah produk manusia sakit, lemah dan hina yang butuh disembuhkan. Bukan untuk diakui eksistensinya dan dilestarikan keberadaannya.

Seks bebas nyatanya tidak pernah menjadikan seorang manusia dimanusiakan, why? Karena seks bebas berpotensi melahirkan anak manusia tanpa bapak yang jelas. Begitu juga dengan aktivitas pasangan kumpul kebo, suatu hubungan yang dibangun tanpa ikatan yang jelas. Di manakah letak kemuliaan dan harga diri seorang manusia (perempuan, khususnya) jika ditiduri begitu saja tanpa ada ikatan, hak dan kewajiban yang jelas? Bukan kah ini tidak manusiawi?

Kebebasan dalam berbusana membawa kita kembali pada zaman kegelapan, ketika kemuliaan tidak lagi ada. Apa bedanya manusia dengan binatang jika sama-sama memilih membuang rasa malunya dengan memakai pakaian mini nyaris telanjang?

RUU Penghapusan kekerasan seksual (PKS) wajib ditolak, karena membentuk manusia yang tidak beradab dan sumber kerusakan. Logika fully human, not religious adalah ide yang impossible. Menjadikan sepenuhnya manusia, tanpa mengenal Tuhan adalah ide gila. Satu-satunya cara menjadikan manusia sebagai sosok yang sepenuhnya manusia adalah dengan memiliki Tuhan. Karena keberadaan Tuhan lah yang menjadikan manusia itu ada di dunia ini. Lantas kenapa harus meninggalkan Tuhan?

Fully human with Islam adalah kalimat yang tepat. Menjadi manusia seutuhnya membutuhkan Tuhan, Allah SWT. Meninggalkan Tuhan berarti gagal memanusiakan diri sendiri, gagal membentuk manusia seutuhnya. Sudah saatnya mencampakkan logika fully human, not religious. Tiba waktunya membuka mata dan kesadaran bahwa fully human hanya akan terwujud dengan terikat terhadap aturan Tuhan, Allah SWT. Kemuliaan dan kehormatan butuh aturan Allah SWT, sang pencipta dan pengatur alam semesta beserta isinya. Inilah makna. “Fully human” and “Islam”, dua kata yang tidak bisa dipisahkan untuk membentuk peradaban mulia zaman keemasan.

thinking

 

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *