photo_2017-08-28_15-06-52Sesungguhnya hidup kita sebagai orang beriman – memiliki banyak dimensi. Diantaranya adalah dimensi personal/ komunal, lokal/ internasional, masa lalu/masa kini/masa depan. Setiap dimensinya ada ujian, ada masalah, ada potensi, ada belenggu, ada juga peluang. 1. Dimensi personal Sebagai personal Mukmin, kita mungkin dihadapkan pada masalah finansial, karir, keluarga, jodoh yang tak kunjung datang, belum dikaruniai anak, tekanan keluarga besar, perceraian orangtua, belitan utang, godaan dunia dan masih banyak lagi. Untuk dimensi personal ini saya pernah dinasehati oleh seorang guru, jangan banding-bandingkan keluarga satu dengan keluarga lainnya, setiap keluarga dan setiap manusia itu memiliki ujian yang unik, sudah ada takaran rizqi, kesempatan dan peluang masing-masing. Sering saya dengar perkataan “Anti mah enak belum menikah, belum ada anak, sementara saya repot banyak anak”. Ini sesungguhnya contoh kurang baik karena sudah terjebak pada pragmatisme tanpa sadar (menjadikan fakta sebagai sumber berfikir – bukan nash/ mafhum Islami). Seharusnya bukan realitas yang kita bandingkan, tapi mentalitas. Bagaimana mentalitas terbaik seorang Muslimah single menghadapi ujiannya? bagaimana mentalitas terbaik seorang Istri pejuang terhadap suaminya? bagaimana mentalitas terbaik seorang Ibu dengan banyak anak mendidik anak-anaknya? Sekali lagi jangan bandingkan realitasnya, tapi mentalitasnya. Maka pada level ini yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah merangkul orang-orang terdekat agar selalu berada dalam kebaikan Islam dan dakwah, berta’awun ‘alal birri wa taqwa memaknai setiap ujian dengan kekuatan pemikiran Islam, dengan kekuatan ruhiyah yang terpancar dari Aqidah Islam. 2. Dimensi komunal Dalam dimensi komunal skala keumatan, kita – orang beriman adalah Umat Rasulullah (SAW) yang telah digambarkan Allah (swt) sebagai umat terbaik di atas muka bumi ini. Maka kita juga harus mengarahkan perhatian kita pada umat, bukan fokus pada problema diri dan keluarga semata. Maka kita harus bertanya kepada diri sendiri, bagaimana bisa secara global kita mencapai status terendah dibanding umat lain hari ini? Dimana umat Islam di berbagai negeri terus mengalami penindasan, pembantaian, kemunduran, kelaparan, dan keterusiran. Sesungguhnya Allah (swt) akan bertanya kepada kita di hari Akhir nanti, tentang apa yang telah kita saksikan dan bagaimana kita merespon bencana dan perang buatan manusia ini ! Inilah sesungguhnya dimensi yang lebih tinggi dan menantang bagi orang beriman, karena dibutuhkan mentalitas terkuat dan dukungan lingkungan, sebab harus memikirkan masalah umat yang kompleks di level lokal maupun global, di saat yang sama ujian personal juga terus menghampiri. Maka pada level ini yang terbaik bagi kita adalah terus memperkaya pemikiran kita dengan tsaqofah Islam, menempa mentalitas dan kepribadian Islam kita, mengisi benak kita dengan informasi penting tentang umat, dan terus bergerak bersama dengan jama’ah dakwah yang mukhlish. Benang merah yang merekatkan banyak dimensi dalam hidup kita sesungguhnya adalah Visi Hidup kita, cita-cita besar kita. Karena itu jadilah Muslimah yang berdaya, bermental dan kepribadian kuat, menjadi kehormatan bagi suaminya, pilar kuat bagi keluarganya, sekaligus penggerak bagi kesadaran umat Muhammad Saw. Rekatkan semua dimensi hidupmu dengan ayat doa ini: “Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam (pemimpin) bagi orang-orang yang bertakwa” (QS. al Furqon: 74) Yogyakarta 25 Agustus 2017 Ukhtukum Fika Komara

1 Komentar

Memaknai Hidup Multi Dimensi | Sholihah · Maret 18, 2018 pada 1:10 pm

[…] [muslimahnegarawan] […]

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *