
Cita-cita Besar yang Memuncaki Peran Muslimah Ideologis
Intelektual Peradaban– Penggerak Opini– Ibu Generasi Penakluk
Di era modern ini makna kesuksesan seorang perempuan sangatlah sempit dan individual – ditentukan hanya oleh capaian materi, status atau sekedar gelar artifisial. Masyarakat semakin kehilangan gambaran bagaimana berdayanya peran perempuan dalam merangkai kesuksesan dan kemajuan kolektif masyarakat dan peradabannya. Wajar jika peran domestik perempuan sering dianggap peran yang biasa – bukanlah prestasi dan kesuksesan perempuan, karena lensa yang dipakai adalah lensa yang mikro individual. Pernahkah anda membayangkan bahwa Islam sebagai sebuah tatanan nilai atau ideologi telah menjamin perempuan mencapai kesuksesan pribadinya sekaligus kesuksesan masyarakatnya secara bersamaan? Islam memberikan lensa unik dan sangat agung terhadap bagaimana sosok Muslimah yang berdaya itu, bagaimana kesuksesan sejati perempuan itu adalah juga kesuksesan generasi dan masyarakatnya. Menjadi Muslimah Negarawan – adalah bentuk puncak kesuksesan yang tertinggi yang seharusnya memuncaki setiap cita-cita dalam setiap peran kaum Muslimah. Menjadi Muslimah negarawan juga bermakna berpegang teguh pada identitas sebagai Muslimah dan komitmen terhadap kewajiban utamanya sebagai ummu wa robbatul bait, kewajibannya dalam menuntut ilmu dan kewajibannya dalam melakukan dakwah serta perbaikan di tengah masyarakat. Namun betulkah Muslimah bisa menjadi negarawan? Bukankah perempuan tidak boleh menjabat sebagai penguasa? Sesungguhnya anugerah akal pikiran yang sama dengan kaum laki-laki, akan menjadikan perempuan juga mampu memiliki kapasitas berfikir yang tinggi, bahkan yang tertinggi yakni pemikiran politik. Meski Syariah Islam membatasi peran perempuan dalam politik pemerintahan bukan berarti kapasitas pemikiran dan kenegarawanannya dihambat dan dibatasi, lihatlah sosok bunda Aisyah ra dan sosok Khaizuran – wanita di antara tiga Khalifah. Penulisnya adalah Fika Monika Komara, seorang aktivis Muslimah, pegiat media, penulis, pemerhati geopolitik kawasan dan peneliti isu-isu Muslim di Timur Jauh. Ia bekerja di Kantor Media Pusat Hizb-ut Tahrir dan saat ini mengelola fanpage bernama Fareastern Muslimah (Muslimah Timur Jauh) bersama akhwat lainnya dari Asia Tenggara yang didedikasikan menjadi opinion maker isu-isu Muslimah Asia Tenggara dan kawasan Timur Jauh. Pernah menjadi staf peneliti di Dewan Ketahanan Nasional (Wantannas) dan staf pengajar lepas Hubungan Internasional di salah satu kampus di Jakarta, istri dari Ibnu Qasim ini adalah juga seorang blogger bernama Geospasial Muslimah (geostrategicpassion.blogspot.com) yang concern pada isu geopolitik menjelajahi penjuru ruang spasial demi visi peradaban yang lebih baik untuk kaum Muslimah. Untuk mendalami passion-nya di bidang geostrategi dan cita-cita keilmuannya demi masa depan penerapan Islam di kawasan Asia Tenggara, saat ini ia tengah menempuh studi doktoralnya di UGM dalam bidang geografi maritim. Walhasil buku ini akan menghidupkan visi politik dan memberi ruh dalam setiap peran Muslimah, berdasarkan refleksi dan pengalaman penulisnya baik sebagai penuntut ilmu, pegiat media dan ibu generasi dalam bingkai tanggungjawab terhadap umat dan dakwah. Butir-butir pemikiran penulis diramu menjadi 3 kata kunci yang mewakili upayanya menerjemahkan profil Muslimah negarawan dalam visi keilmuan, visi pergerakan opini dan visi pembentukan generasi yang kemudian diolah menjadi trilogi visi bagi Muslimah. Trilogi ini akan memotivasi pembaca khususnya kalangan aktivis Muslimah yang ingin memuncaki setiap perannya dengan cita-cita tertinggi Islam dan kiprah terbaik bagi umat Muhammad Saw.
0 Komentar