Oleh: Cut Putri Cory (Anggota ImuNe)

“Jangan dulu, Bang, biar umi baca dulu. Umi saring dulu,” ujarku kepada Farhan yang terlihat ngiler ingin melahap buku Rihlah Ibnu Bathuthah. Sebelumnya dia telah mengenal tokoh itu sebagai geografer Muslim, penjelajah yang mengelana bumi dan mencatat perjalanannya. Namun seperti biasa bahwa semua yang dibaca harus lebih dulu melalui proses screening emak, saya mengharuskan diri lebih dulu tahu isi buku itu sebelum Farhan.

Menarik. Buku ini bahasanya bertutur sekelas feature perjalanan, saya bisa membentuk bayang-bayang informasi yang disampaikan oleh Muhammad bin Abdullah bin Bathuthah dalam benak. Saya takjub, bukankah pada zaman itu tak dikenal istilah feature perjalanan? Belum pun ada mata kuliah feature di kampus-kampusnya, tapi orang hebat pada masa itu telah sangat ringan menuliskannya, dialah Ibnu Bathuthah. Seperti salah satu bab yang menjelaskan tentang negeri kegelapan, Sang Geografer Muslim itu menuliskan:

“Untuk menarik satu sado kecil diperlukan tiga ekor anjing, sementara seekor anjing memimpin di depan. Jika anjing pemimpin berhenti, anjing-anjing lain ikut berhenti pula. Anjing itu tidak boleh dipukul atau dibentak oleh si penumpang sado. Saat waktu makan tiba, anjing-anjing itulah yang diberi makan terlebih dahulu sebelum manusia. Jika hal ini dilanggar, maka anjing-anjing itu akan marah dan meninggalkan manusia di sana dalam kondisi tersesat.”

Sulitnya perjalanan menuju Negeri Kegelapan itu sungguh tergambar jelas pada bab ini, hal itu pulalah yang sangat mungkin menjadi salah satu pertimbangan Ibnu Bathuthah untuk tak menjadikan negeri itu sebagai tujuannya. Dari bab ini, pembaca dapat memahami bahwa dalam rihlahnya, Ibnu Bathuthah tak sembarang menapak kakinya di setiap tempat, dia sangat selektif.

“Aku membatalkan rencana itu, karena mahalnya biaya perjalanan dan kecilnya manfaat yang aku dapatkan di sana,” tulisnya. Ini menunjukkan bahwa takkan dikunjungi suatu tempat oleh geografer ulung itu kecuali terjangkau olehnya dari segi pendanaan, sekaligus ada hikmah dalam perjalanan dan tempat yang ditujunya.

Pada bab ini, pembaca diajak berwawasan tentang perjalanan ke negeri kegelapan yang tak mudah. Penulis terlihat begitu menguasai seolah pernah menjejak di sana. Ibnu Bathuthah piawai dalam ilmu deduksi, pada bagian-bagian tertentu dari catatannya, dia sangat detil dan menguasai. Yang pernah membaca Sherlock Holmes, tak berlebihan jika saya katakan bahwa Anda pasti menyukai catatan perjalanan Ibnu Bathuthah ini.

Ibnu Bathuthah tak menjelaskan dari siapa dia mendapatkan maklumat yang sangat detil itu, dia begitu saja menutup bahwa dia langsung melanjutkan perjalanan meninggalkan Bulgaria. Entahlah, mungkin sosok misterius itu adalah utusan Sultan Muhammad Uzbek yang menemaninya kembali ke daerah kekuasaan Sultan di Bisy Dagh.[]


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *