Oleh : Widya Tantina

PGM, Panggung Geopolitik Muslimah, yang dimotori oleh Ustadzah Fika Komara, kembali menghelat forum diskusi Geopolitik dan Geostrategisnya khusus untuk aktivis muslimah pada Kamis pagi ini (29/07/2020). Dan istimewanya, forum yang diadakan Departemen 2 tim ImuNe, kali ini dihadiri oleh beberapa Tokoh Muslimah Papua.

Dalam forum ini disampaikan banyak fakta mencengangkan tentang pulau yang luasnya sekitar 786.000 Km2 ini. Menarik, karena setiap titik kota di Papua memiliki potensi sumber daya alam yang luar biasa. Tak heran jika ada yang mengatakan Papua ibarat gula yang menarik semut untuk mengerumunginya.

Ya, benar. Pulau yang populasi muslimnya mencapai 987.992 jiwa ini menyimpan banyak kekayaan, baik pertambangan, pariwisata, kehutanan, maupun pertanian, yang akan dikelola pemerintah dengan prinsip berkelanjutan. Dan karena posisinya yang strategis berbatasan dengan negara Papua Nugini, Palau dan Australia, disebutlah ia sebagai beranda depan dan pintu gerbang internasional. Karena itu, tidak sedikit negara luar yang memiliki kepentingan terhadapnya, dari semua penjuru. Mulai dari Republik Fiji, Malaysia, Filiphina, Jepang, Korea Selatan, Cina, Australia, Amerika, hingga negara-negara di Eropa.

Sayangnya, meski dikenal dengan pulau yang kaya akan emas ini, penduduknya yang terletak di daerah pedalaman dan pegunungan, masih lekat dengan kemiskinan. Padahal salah satu area pegunungan ini, justru menjadi lokasi Freeport sebagai tambang raksasa. Tapi ternyata, realitas menunjukkan bahwa keberadaan tambang raksasa Freeport ini tidak memberikan signifikan kehidupan layak bagi penduduk sekitarnya. Selain Freeport, juga terdapat perusahaan tambang asing, yaitu Petro China dan British Petroleum.

Papua, juga tak lepas dari isu strategis dan konflik. Terjadinya Kolonialisasi dan Penjarahan Sumberdaya (2011), pelangaran HAM, Otda dan Eksploitasi SDA (2015), Diversity Etnik (2016) hingga KKB (1965-2020) mengakibatkan kondisi Papua berada di situasi sulit. Tidak sedikit pengamat politik yang menilai bahwa konflik itu disebabkan adanya pihak ketiga yang sengaja bermain dan menciptakan kegaduhan demi meraup keuntungan. Padahal fakta di lapangan dikatakan bahwa OAP (Orang Asli Papua) sebenarnya dikenal sebagai orang yang tulus, polos, dan selalu menjaga hubungan baik dengan siapapun termasuk pendatang dan muslim.

Dan Meski jumlah penduduk muslim di Papua cukup banyak dan perkembagannya pesat, bahkan muslimah Papua Nugini belajar islam di Jayapura meningkat 500% sebab militansi para da’inya, namun pemerintah setempat tidak memandang itu hal penting. Apalagi menjadikan islam sebagai solusi kehidupan, tidak sama sekali.

Mengenai fakta Papua ini, tentu kita harus melihatnya dengan kacamata Islam dalam pengelaolaannya. Pembangunan dan pemanfaatan sumberdaya alam di Papua pada prinsipnya menggunakan petunjuk Maqasid Syar’iyah, yaitu: a) Hifdzun Diin (Menjaga Agama), b) Hifdzun Nafs (Menjaga jiwa), c) Hifdzun Aql (menjaga akal), d) Hifdzun Nasl (menjaga keturunan), e) Hifdzun Maal (menjaga harta).

Karena itu, muncul empat catatan kritis bagi kondisi di Papua saat ini.

Pertama, penguasaan tanah Papua cacat sejak awal. Sejarah mencatat bahwa ketika Ir. Soekarno menjabat Presiden RI meminta AS untuk membantunya mengembalikan Papua yang pada saat itu dikuasai Belanda. Sehingga, terjadailah penanda tanganan Perjanjian New York 15 Agustus 1962 oleh kedua belah pihak dengan Freeport sebagai “imbalan”nya. Karena itu, hingga saat ini Pemerintah Indonesia tidak pernah mampu mengusir cengkraman kekuatan asing dari bumi Cenderawasih ini. Sungguh sangat disesalkan.

Kedua, Keberadaan gurita asing dan tentakelnya di Papua. Keberadaan perusahaan Amerika, Inggris, Australia bahkan Cina yang kapitalistik di Papua menyumbangkan angka kemiskinan yang makin tinggi dan kesenjanganpun semakin melabar. Bahkan mengantarkan pada gerakan kemerdekaan.

Ketiga, kegagalan negara mengelola SDA di Papua. Sejak perjanjian New York 1962, sistem kepemilikan di Papua menjadi tidak jelas. Dan sebuah kesalahan besar pemerintah ketika menyerahkan pengelolaan SDA di Papua kepada pihak asing. Karena sejatinya, SDA masuk dalam ranah kepemilikan umum. Dan hukum syara’ melarang kepemilikan secara individu/ perorangan terhadap benda (fasilitas umum, bahan tambang dan SDA) yang didalamnya ada hajat publik.

Keempat, Papua bumi Nuu War, merupakan tanah usyriyah dalam pandangan politik islam.

Dalam forum ini juga diberikan banyak pencerahan tentang bagaimana menyudahi konflik dan penguasaan asing terhadap Papua. Ada teladan dahsyat yang harusnya dicontoh oleh pemimpin hari ini dalam menolak dan menghindari intervensi Asing. Adalah Mu’awiyyah (Gubernur Syam) yang ketika itu sedang berkonflik dengan Khalifah Ali r.a. Lalu datang Heraklius (Kaisar Romawi) menawarkan “bantuan”. Namun Mu’awiyyah dengan tegas menolaknya.

Meskipun Mu’awiyyah terlibat konflik dengan Ali r.a dan ditawari dukungan/ bantuan oleh Kaisar Romawi untuk mendapatkan power bagi dirinya sendiri. Dia tetap setia pada keyakinannya dan janjinya pada Allah Ta’ala.

Selain itu, harus ada pemikiran, perasaan, dan aksi yang sama dari umat islam di Papua, juga dari kita semua. Kita harus bangga dan percaya diri dengan islam yang kita miliki. Karena di Papua sendiri, sebenarnya keberadaan Islam termasuk agama yang paling banyak dipeluk dan diemban oleh raja-raja dan masyarakatnya. Hingga dahulunya Papua bernama Nuu Waar (Cahaya, menyimpan rahasia alam). Menjadi hal yang penting saat ini untuk mengembalikan kesadaran politik islam umat di Papua. Hanya saja, peran media mainstream hari ini telah banyak mengikisnya.

Olehnya, kita semua harus menjadi ujung tombak perjuangan, yang penuh keberanian dan keyakinan menawarkan solusi islam terkait persoalan Papua kepada umat dan juga tokoh-tokohnya. Mengajak mereka untuk kembali kepada sistem Islam dalam pengelolaan wilayah dan penduduknya, yang akan membawa keamanan dan kesejahteraan bagi semua umat. Tidak hanya muslim, kafir dzimmy juga. Karena Islam memiliki jejak kesuksesan dalam mengelola 2/3 dunia dalam naungan Khilafah Islamiyah. Dengannya, Islam akan memuliakan dan menjaga Papua.


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *