Indonesia bukan hanya negeri dengan jumlah penduduk yang besar, namun juga merupakan negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia dan terletak di posisi silang antara dua benua dan dua samudera. Konsekuensinya banyak jalur laut teritorial di Indonesia dilalui oleh kapal-kapal asing, baik itu kapal niaga sampai kapal induk untuk kepentingan perang. Hal ini menjadikan Indonesia layaknya aquarium raksasa yang bebas dimasuki oleh lalu lalang kapal-kapal asing tesebut. Namun kekayaan aset-aset geostrategis yang dimiliki Indonesia, nampaknya belum banyak disadari oleh penduduk negeri ini. Mengutip Sri Edi Swasono di artikelnya yang dimuat di harian Kompas berjudul “Kesadaran Geografi Kita” yang menceritakan pengalaman mengajarnya di kelas, dimana ia dapati ternyata para mahasiswanya tidak ada satupun yang mengenal Laut Sawu, Teluk Tomini, Morotai, Sorong, Timika, dan lokasi geografi strategis lain yang berperan pada pola-pola interdependensi ekonomi internasional dan sangat berpengaruh dalam kancah perpolitikan global. Menurutnya apabila bangsa kita seperti yang ada di kelas itu, ini merupakan sesuatu pelumpuhan sempurna (a complete disempowerment) atas suatu bangsa. Rendahnya kesadaran spasial atau kesadaran geografis masyarakat mengindikasikan belum adanya budaya spasial dalam masyarakat. Kapitalisme yang telah meng-individualisasi masyarakat membuat mereka tidak merasa sempit atau sesak napas hidup di Indonesia hanya berwawasan cekak Jabotabek, tanpa tahu the land beyond, ibarat miopi dan berkacamata sempit cukuplah hidup ini. Ibaratnya, tidak perlu mengenal Nusantara berikut isi dan penghuninya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Miangas sampai Rote. Seolah mereka tidak merasa risi tanpa tahu zero point keberadaan mereka. Masyarakat yang ideal adalah mereka yang memiliki kesadaran geografis tinggi, atau masyarakat yang memiliki budaya spasial; suatu masyarakat yang biasa diistilahkan sebagai spatially enabled society. Begitupun negara/ kepala negara yang ideal adalah yang memiliki visi geopolitik dikenal dengan istilah spatially enabled government. Kombinasi kesadaran antara dua pihak ini akan mendukung tegaknya sebuah peradaban yang tinggi, yang tentu sangat dipengaruhi oleh kekuatan ideologinya. Sebenarnya kesadaran geopolitik itu merupakan turunan dari konsepsi kesadaran politik; yang bermakna suatu pandangan yang universal (mencakup seluruh dunia internasional) dengan sudut pandang yang khas. Menurut Muhammad Muhammad Ismail, selaras dengan definisi politik itu sendiri maka kesadaran politik itu tidak lain adalah upaya manusia untuk memelihara urusan-urusannya.  Pandangan yang universal dan sudut pandang yang khas adalah dua unsur yang mutlak harus ada dalam membentuk kesadaran politik pada diri seseorang atau komunitas. Dari konsepsi penting ini, maka bisa diturunkan pada makna kesadaran geopolitik. Prof. Gyula Csurgai, seorang pakar Geopolitik dari Swiss mendefinisikan Geopolitik sebagai: Geopolitics is a multi-dimensional method of analysing power rivalries of state and non-state actors seeking the control of a given geographic zone. (Geopolitik adalah metode multi dimensi dalam menganalisa persaingan kekuatan antara aktor Negara dan non Negara dengan melakukan kontrol terhadap zona geografis yang dimilikinya). Dari pengertian di atas bisa disederhanakan bahwa kesadaran geo-politik adalah kesadaran Negara untuk memelihara urusan-urusannya berdasarkan pengaturan/penataan terhadap zona geografis yang dimilikinya.

Visi Politik Islam : Sumbu Kesadaran Geopolitik

Allah SWT berfirman: وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلاَّ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ “Dan tiadalah Kami utus engkau (ya Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam” (TQS. AL Anbiya 107). Rasulullah Saw bersabda: “Allah memperlihatkan kepadaku seluruh penjuru bumi ini. Aku melihat bagian Timur dan Baratnya, dan aku melihat umatku akan menguasai apa yang telah Dia tunjukkan kepadaku”. (HR. Muslim, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Tirmidzi). “Perkara ini ibarat siang dan malam. Allah akan membuat Diin ini memasuki setiap rumah penduduk di gurun, di desa, di kota dengan kejayaan ataupun kehinaan. Allah akan memberikan kejayaan Islam, dan Allah akan menimpakan kehinaan pada kekufuran”. (HR. Ahmad inb Hanbal, at-Tirmidzi). Ayat dan hadist ini merupakan refleksi visi politik Islam yang luhur sekaligus perintah bagi kaum Muslim untuk memiliki kesadaran geopolitik yang luas tanpa batas dan sekat, karena umat Islam wajib menegakkan Islam bagi seluruh umat manusia di dunia yang berada di seluruh penjuru bumi ini. Umat Islam mempunyai tugas mengemban dakwah Islam kepada seluruh manusia, mereka harus melakukan kontak dengan dunia dengan menyadari keadaan-keadaannya, memahami problem-problemnya, mengetahui motif-motif politik berbagai negara dan bangsa, dan mengikuti aktivitas-aktivitas politik yang terjadi di dunia. Rasulullah Saw adalah suri teladan terbaik dalam penguasaan geopolitik, dan hal ini beliau tunjukkan sejak tahun-tahun pertama berdirinya negara Islam di Madinah. Sadar bahwa kekuatan ekonomi Makkah masih lebih besar dibandingkan negara Islam di Madinah, maka Rasul memulai langkah dari hal yang paling strategis yakni melalui pemetaan jalur perdagangan Makkah ke Syam. Dalam kitab Sirahnya, al-Mubarakfury menuturkan strategi yang diterapkan Rasulullah adalah terlebih dahulu melemahkan kekuatan ekonomi Quraisy dengan menguasai jalur perdagangan Makkah-Syam. Caranya, pasukan muslim mengadakan perjanjian persekutuan atau perjanjian untuk tidak memusuhi kabilah-kabilah yang tinggal di sekitar jalur tersebut. Dilakukan pula ekspedisi-ekspedisi militer secara bergantian ke jalur tersebut. Ekspedisi militer itu bertujuan mengenalkan kaum muslim pada medan di sekeliling Madinah. Misi lainnya, membangun citra kepada orang-orang Yahudi dan Arab Badui sekitar bahwa kaum Muslimin telah memiliki kekuatan. Dan ternyata berbagai manuver geopolitik-geostrategis ini berjalan efektif menciptakan suasana perang urat syaraf sehingga menimbulkan rasa gentar pada kaum Qurays kala itu. Langkah-langkah strategis yang dicontohkan Rasulullah Saw ini menunjukkan penguasaan dan kesadaran geopolitik adalah salah satu komponen penting dalam mewujudkan sebuah negara besar dengan peradabannya yang tinggi, meski tentu tidak bisa dilepaskan dari kekuatan Ideologi Islam yang menjadi ruh dari kesadaran geopolitik masyarakat Muslim kala itu. Kesadaran yang besar akan potensi geopolitik terus berlanjut pada estafet peradaban Islam berikutnya. Dimana masyarakat Islam adalah masyarakat yang spatially enabled society, dan tentu saja para pemimpin-pemimpinnya. Visi geopolitik terpancar dengan kuat dari pemimpin-pemimpinnya sekaligus juga rakyatnya. Misi mulia pembebasan manusia melalui Dakwah dan Jihad melahirkan sosok-sosok seperti Muhammad al Fatih sang penakluk Konstantinopel, juga Thariq bin Ziyad sang penyebrang choke-point Gibraltar.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *