Tidak lama berselang sejak Asosiasi mahasiswa Muslim Universiti Sains Malaysia (USM) di Penang menggelar forum bertajuk “Back to Fitrah” 24 Maret 2018 lalu, media internasional dan para pegiat kebebasan ramai-ramai menghujat. Padahal dalam forum itu terbuka kesempatan bagi para mahasiswa untuk menyerahkan beragam gagasan mengenai bagaimana agar teman-teman mereka yang menderita kelainan orientasi seksual bisa kembali pada fitrah. Disamping itu, mahasiswa juga bisa menampilkan ide-ide kreatifnya dalam bentuk poster yang menarik. Sayangnya, acara yang dikemas dan dirancang dengan motivasi kasih sayang tersebut tidak bisa dilihat secara jernih oleh para pelaku dan pembela aktivitas kaum sodom zaman ini. Akibat terbelenggu sudut pandang liberal, forum ‘Back To Fitrah’ yang diharapkan menjadi salah satu cara “menyantuni” penderita LGBTQ ini malah dianggap memojokkan.
Sebetulnya wajar saja jika komunitas masyarakat muslim duduk bersama, membahas dan mencari jalan keluar dari persoalan yang meresahkan mereka. Bahkan dalam logika demokrasi, seharusnya sah-sah saja muslim di Malaysia menyelenggarakan forum semacam itu, termasuk upaya muslim di Indonesia yang menempuh jalur perundang-undangan. Apalagi sebagian besar masyarakat sama-sama menganggap L68TQ sebagai ketidaknormalan dan penyimpangan, bahkan berakibat fatal bagi kemanusian dan generasi manusia.
Tapi tidak demikian kenyataannya, upaya-upaya yang dilakukan muslim untuk melindungi keluarga, teman dan masyarakat mereka dari perilaku keji kaum sodom itu justru dicitrakan buruk dan dilabeli negative. Lagi-lagi demokrasi tidak berpihak pada umat Islam, dan tidak akan pernah berpihak. Sebaliknya, demokrasi dan nilai-nilai sekuler yang terus dipromosikan di dunia Islam membuat perilaku yang dilaknat tersebut berikut para pegiatnya semakin mendapat tempat. Mereka kian arogan, tidak segan menyudutkan umat Islam dan mencela aktivitas dakwah. Mereka juga menuduh Islam bermuatan primordial. Padahal cara berpikir merekalah yang terbelakang karena rela diperbudak nafsu, tak mau membuka mata hati dan pikiran.
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (Terjemah QS Al-A’raaf : 179)
Beredarnya dokumen dengan judul Being LGBT in Asia beberapa tahun lalu semestinya membuat umat Islam semakin sadar bahwa persoalan L68TQ ini sistematis. Selama sistem politik demokrasi yang men’sakral’kan kebebasan terus diterapkan di dunia Islam, selama nilai-nilai sekuler yang menopangnya tidak ditinggalkan, maka selama itu pula keresahan akan mebayangi umat. Apalagi L68TQ ini dibackingi negara-negara besar dan badan-badan PBB. Oleh sebab itu, umat Islam tidak boleh menyerah. Umat Islam harus semakin gigih berdakwah melawan nilai-nilai sekuler yang terus dipaksakan. Umat Islam harus semakin serius menyeru kepada Islam dan menyeru kepada sistem politik Islam yang memiliki kapasitas menghadapi agenda sistematis para pemuja kebebasan.
Ditulis oleh Ermalinda Zebua
Tim IMune
0 Komentar