Oleh: Erni Yuwana*)
Arab Saudi berusaha mengenalkan wajah barunya. Wajah yang tidak kaku. Wajah yang lebih ramah. Wajah yang lebih terbuka. Wajah baru yang menampilkan rasa “nyaman” di mata dunia. Wajah baru tersebut adalah wajah modernisasi dibalik program Saudi Vision 2030.
Program Saudi Vision 2030 dianggap sebagai langkah efektif untuk men-transformasi negara Arab Saudi agar dapat menaikkan derajat menjadi lebih modern. Modernitas dianggap sebagai hal yang penting untuk membenahi kehidupan di Arab Saudi. Termasuk dalam sektor Perekonomian.
Perekonomian Arab Saudi kian terguncang. Harga minyak dunia anjlok hingga US 50 $ per barel tahun 2015. Hal ini menjadikan Arab Saudi defisit mencapai US $ 100 miliar. Inflasi terus naik dari tahun ke tahun. Pengangguran kian bertambah.
Program Saudi Vision 2030 sebenarnya adalah langkah Arab Saudi untuk berlepas diri dari ketergantungan minyak. Selama ini Arab Saudi dikenal sebagai produsen besar minyak skala dunia. Income terbesar negara ini mengandalkan sektor minyak. Tentu menjadi pukulan berat bagi Arab Saudi ketika harga minyak mentah dunia mencapai titik terendah. Dan karena hal itulah, Arab Saudi harus berbenah diri, bergerak ke arah modernisasi.
Saudi Vision 2030
Mentransformasi Arab lebih modern dianggap sebagai cara ampuh untuk mendatangkan income negara. Dengan begitu, Arab Saudi bisa berlepas diri dari ketergantungannya terhadap minyak. Muhammad Bin Salman (MBS), putra mahkota yang merangkap menteri pertahanan termuda dalam usianya yang ke 31 tahun ini adalah sosok dibalik visi fenomenal ini.
Saudi vision 2030 ini bertujuan mengembangkan semua sektor, mulai dari ekonomi, pendidikan hingga kebudayaan. Dari segi kebudayaan, contoh yang paling mencolok adalah peran partisipasi perempuan di ranah publik. Perempuan Arab Saudi kini boleh mengemudikan kendaraan, menyaksikan pertandingan sepak bola di stadion, juga meningkatkan peran perempuan untuk kembali berdaya dalam sektor ekonomi (bekerja). Selain itu bioskop juga kembali beroperasi. Batasan antara laki-laki dan perempuan tidak se-konservatif dulu yang melarang publik laki-laki dan perempuan bercampur baur. Lebih jauh dari itu, perempuan di sana tidak wajib mengenakan abaya dan hijab.
Dalam hal perekonomian, Arab Saudi membuka investasi besar-besaran untuk negara-negara lain. Tidak ketinggalan rencana menyulap Arab Saudi menjadi daerah industri pariwisata dan industri hiburan. Dengan defisit anggaran Arab Saudi yang ada, maka akan diberlakukan privatisasi aset-aset vital (termasuk Perusahaan minyak terbesar di dunia “Saudi Aramco”), penerbitan hutang obligasi dengan bunga riba, penjualan pajak milik negara, termasuk aset-aset yang dekat dengan haramain, tanah Makkah dan Madinah. Dan pajak nilai tambah pun akan dikenakan kepada masyarakat.
Dan yang lebih menyedihkan lagi, dengan latah para pejabat Saudi juga mulai berbicara tentang Privatisasi Pemeliharaan Kesehatan –BPJS jika di Indonesia–, dan sektor pendidikan –BHMN jika di Indonesia–, industri persenjataan, dan perusahaan lain yang dikuasai oleh negara. Inilah yang dianggap wajah baru yang lebih ramah. Wajah baru yang menampilkan rasa “nyaman” di mata dunia. Ya, Modernisasi di segala bidang ala sistem kapitalis-liberalis.
Benturan Islam Dan Visi 2030
Wajah baru modernisasi yang disuguhkan Saudi vision 2030 mengundang polemik. Terutama dari masyarakat luas dan ulama. Partisipasi perempuan di ranah publik telah melanggar syariat Islam dalam tata cara pergaulan, yaitu larangan ikhtilath (bercampur baur antara publik laki-laki dan perempuan) dan tata cara berpakaian bagi seorang muslimah.
Nabi Muhammad Saw selalu berupaya mencegah terjadinya ikhtilath (bercampurnya) antara laki-laki dan wanita, bahkan termasuk dibagian bumi yang paling Allah cintai, yaitu masjid, dengan cara memisahkan barisan antara laki-laki dan wanita. Allah Ta’ala juga berfirman (yang artinya): “Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mu’min: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”” (QS. Al Ahzab: 59).
Hambatan visi 2030 juga datang dari ketidaksetujuan banyak pihak dengan menyulap padang pasir dan sekitar laut merah (seluas 35.000 kilometer persegi) menjadi industri pariwisata dan hiburan. Tentu industri ini akan membuka peluang munculnya sarana gym, klub malam bahkan beredarnya minuman keras. Karena dalam hal ini masih belum ada kejelasan regulasi yang mengaturnya.
Adapun tentang perekonomian Arab Saudi, tentu telah berbalik arah dari aturan syariat Islam. Solusi meminjam dana pada bank dunia berbasis riba adalah bentuk kemaksiatan besar. Begitu juga dengan privatisasi aset dan menambah nilai pajak masyarakat adalah bentuk kedzaliman besar. Dan masih banyak lagi bentuk pelanggaran syariat Islam dalam wajah modernisasi Arab Saudi.
Perangkap Kapitalis Dan Solusi Islam
Wajah Modernisasi tidak dapat menyelesaikan masalah perekonomian Arab Saudi. Modernisasi malah menambah dan mendatangkan masalah baru yang lebih parah. Kaum muslimin wajib membuka mata terhadap wajah modernisasi dunia yang kian menunjukkan kelemahan, kerusakan, kebobrokan dan kehinaannya negaranya.
Belajar dari fakta modernisasi negara-negara lain di seluruh dunia, nyatanya pinjaman hutang berbunga hanya menjadikan suatu negara terjajah dan terjarah. Apalagi ditambah dengan program privatisasi aset vital, menjadikan negara tersebut terjajah di negara sendiri. Tidak ada kekuasaan terhadap pemanfaatan dan hasil SDA strategis negara sendiri. Alhasil hal ini tidak lain adalah bunuh diri ekonomi.
Begitu juga peran perempuan dalam sektor publik. Wajah modernisasi malah membawa kehancuran bagi wanita. Angka korban pelecehan seksual dan perkosaan negara modern terus meningkat, keperawanan yang langka, bayi lahir tanpa kejelasan nasab dan bapak, serta banyak kehinaan lainnya yang ditimbulkan.
Wajah modernisasi gagal membawa kesejahteraan, kemuliaan dan kehormatan dunia. Wajah modernisasi menjadikan masalah tak berujung dan petaka nista. Wajah modernisasi adalah perangkap nyata. Wajah modernisasi tidak lain hanyalah sebagai alat penjajahan ala kapitalis-liberalis yang mematikan. Sudah saatnya kaum muslimin mencampakkan wajah modernisasi.
Tidak ada jalan lain menyelesaikan permasalahan Arab Saudi dan dunia, kecuali kembali kepada wajah Islam. Kembali kepada wajah perekonomian Islam. Kembali kepada wajah tata pergaulan Islam. Kembali pada wajah pemerintahan Islam. Dan kembali kepada tata aturan Allah SWT secara kaffah melalui institusi Khilafah Islamiyyah ala minhajin nubuwah.
*) Anggota KoPi Muslimah IMuNe
1 Komentar
anitasariwardani · Mei 3, 2018 pada 12:53 am
Ijin share, masyaAllah analisanya mantab!