ABSTRAK
Percepatan pembangunan infrastruktur di Kalimantan Selatan ini hanya untuk para oligarki. Rakyatnya dibiarkan bodoh dan terus dibiarkan tidak paham dengan Islam politik.
Para oligarki hidup nyaman dalam sistem demokrasi sekuler, dimana mereka tempatkan boneKa mereka untuk menjadi penguasa. Berikutnya penguasa tadi membuat aturan yang mendukung proyek yang diinginkan oleh para oligarki, tentu dengan dukungan perundang-undangan.
Hilirisasi hanya bentuk semakin meningkatkan level bisnis para oligarki, yang awalnya berupa bahan mentah, menjadi barang jadi. Rakyat pun dibuat gembira dengan iming0iming semakin luasnya lapangan kerja, namun sejatinya mereka hanya dijadikan buruh. Pembodohan masyarakat sekitar tambang menjadi sesuatu yang lumrah, agar mereka tetap dengan udah mengeruk SDA.
- PENDAHULUAN
Hilirisasi sumber daya alam memiliki makna suatu upaya peningkatan nilai tambah SDA melalui proses pengolahan SDA dalam suatu industri manufaktur. Mata rantai nilai mulai dari penyediaan bahan baku dari hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan penambangan, diolah hingga menjadi barang jadi. (https://nebulasolution.net/pustaka/home/index.php?page=detail_news&newsid= 576)
Sejalan dengan makna hilirisasi diatas, Undang-Undang Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara mengamanatkan agar tidak lagi melakukan ekspor bahan mentah.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pun mengatakan kegiatan hilirisasi merupakan kunci mengoptimalkan hasil tambang mineral dan batu bara (minerba). ( Media Indonesia.com)
Presiden Jokowi juga menyatakan “Hilirisasi, industrialisasi harus dilakukan dan harus kita paksa untuk dilakukan,” i saat meresmikan pabrik biodiesel milik PT Jhonlin Agro Raya di Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan, Kamis(21/10). (merdeka.com)
Dari beberapa pengertian dan juga statement pejabat negara diatas, di Kalimantan Selatan (Kalsel) diketahui ada dua komoditas yang menjadi fokus hilirisasi, yaitu batubara dari sektor migas, dan sawit dari sektor perkebunan.
Untuk mendukung program hilirisasi tersebut maka perlu didukung infrastruktur yang memadai, diantaranya jalan , pelabuhan, pabrik dan infrastruktur pendukung lainnya.
Kabupaten di Kalsel yang menghasilkan batubara dan juga sawit yang menjadi fokus dalam riset ini adalah Kabupaten Tanah Bumbu dan Kotabaru, dimana disana SDA dieksploitasi, hutan juga dirubah menjadi perkebunan sawit dan terbaru dibangun pabrik biodisel sebagai bentuk hilirisasi sawit
Namun, pengerukan sumber daya alam (SDA) dan pemanfaatan lahan seluas-luasnya untuk perkebunan sawit mebawa dampak pada lingkungan di Kalimantan Selatan. Banjir besar di awal tahun 2020 menjadi bukti nyata. Lantas, bagaimana bila dilanjutkan dengan hilirisasi SDA tersebut ? Bukan tidak mungkin aktivitas di lapangan akan semakin ditingkatkan, dan lingkungan Kalsel menjadi taruhannya.
Rakyat Kalsel terkhusus di wilayah dekat tambang hanya merasakan debu dan berbagai kerusakan lingkungan. Namun ketika mereka bersuara menyampaikan kesulitan yang mereka hadapi, terkesan tak diditanggapi oleh pejabat yang berwenang. Apalagi sudah menjadi rahasia umum orang nomor satu Kalsel dalam kampanye nya didukung oleh pengusaha tambang dan sawit.
Lantas benarkah percepatan pembangunan infrastruktur di Kalimantan Selatan ini semata-mata untuk peningkatan perekonomian rakyat? Mengingat kondisi masyarakat Kalsel yang masih belum bebas dari kemiskinan. Dan apa yang membuat SDA yang berlimpah tidak membawa pada kemajuan dan kesejahteraan rakyat Kalsel?
Riset ini mencoba menjawab beberapa pertanyaan diatas, dengan sudut pandang yang khas berdasarkan Ideologi Islam yang sejatinya mengatur semua aspek kehidupan, termasuk dalam pengelolaan SDA.
Baca selengkapnya di:
0 Komentar