A. Pendahuluan
- Latar belakang
Sebagai negeri dengan sumber kekayaan yang melimpah, Indonesia selalu menjadi perhatian dunia sebagai salah satu wilayah investasi favorit. Terlebih Kawasan Timur Indonesia yang masih ‘perawan’, sehingga prediksi ke depan Indonesia Timur akan menjadi tujuan investasi yang besar. Hal ini terbukti dari beberapa proyek yang tengah dikembangkan.
Propinsi Malut merupakan salah satu wilayah yang dikembangkan, karena didukung oleh posisi strategis dan sumber daya alam yang melimpah. Investor lokal dan Asing pun mulai melirik bahkan menancapkan penguasaannya terhadap sumber daya strategis wilayah ini.
Wilayah Malut yang berada pada alur laut (ALKI III) yang terbuka untuk jalur internasional berpotensi menjadi pintu masuk kekuatan asing yang harus diwapadai. Sehingga perlu ada perhatian khusus terutama dari aspek militer sebagai langkah pertahanan negara.
2. Tujuan
Tulisan ini disusun untuk mengenal lebih dekat Propinsi Maluku Utara dan sejarahnya. Menyibak potensi SDA dan investasi di Malut, serta korelasinya dengan kehidupan penduduk setempat. Mengenali potensi SDM sebagai salah satu modal dasar pembangunan dan memberikan rekomendasi uslub dakwah untuk membangkitkan kesadaran politik masyarakat.
B. Pembahasan
- Gambaran Umum
Maluku Utara (disingkat Malut) merupakan propinsi bagian Timur Indonesia yang resmi terbentuk pada 4 Oktober 1999 yang sebelumnya menjadi kabupaten dari Provinsi Maluku bersama dengan Halmahera Tengah, berdasarkan UU RI Nomor 46 Tahun 1999 dan UU RI Nomor 6 Tahun 2003. Saat awal pendirian Propinsi Maluku Utara, ibu kota ditempatkan di Kota Ternate berlokasi di kaki Gunung Gamalama dalam kurun waktu kurang lebih 11 tahun, hingga pada 4 Agustus 2010 setelah adanya masa transisi dan persiapan pembangunan, Maluku Utara memindahkan ibukota Maluku Utara ke Sofifi, salah satu kelurahan di Oba Utara, kota Tidore Kepulauan. Kelurahan Sofifi letaknya berada di Pulau Halmahera, pulau terbesar di Maluku Utara.
Maluku Utara memiliki semboyan “Marimoi Ngone Futuru” yang artinya Bersatu Kita Teguh. Secara administratif, provinsi ini terbagi dalam 8 kabupaten dan 2 kota, 116 kecamatan, dan 1.199 desa.

2. Geografis
Secara geografis Maluku Utara yang terletak pada Koordinat 3º 40′ LS – 3º 0′ LU 123º 50′ – 129º 50′ BT, sebenarnya merupakan gugusan kepulauan dengan rasio daratan dan perairan sebanyak 24 : 76. Memiliki gugusan pulau sebanyak 395 buah, 83% atau sekitar 331 pulaunya belum berpenghuni.
Luas wilayah Provinsi Maluku Utara 145.801,10 km2, terdiri dari luas lautan 113.796,53 km2 atau 69,08 persen dan luas daratan 32.004,57 km 2 atau 30,92 persen.
Provinsi Maluku Utara secara administratif memiliki batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Halmahera
- Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Maluku
- Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Seram.
Fisiografi Maluku Utara dibentuk oleh relief-relief besar, di mana palung-palung oseanis dan punggung-punggung pegunungan saling berganti secara amat mencolok. Kepulauan ini terdiri dari dua lengkungan kesatuan kepulauan yang berjalan melalui Filipina, Sangir Talaud, Minahasa, yang dilingkupi lekuk Sulawesi, palung Sangihe yang vulkanis, dan lengkungan kontinen Melanesis yang bergerak dari Papua bagian utara, Halmahera Timur dan berakhir di Maluku Utara bagian utara yang nir-vulkanis.
Secara topografis, sebagian besar Maluku Utara terdiri dari pulau-pulau vulkanis dan pulau karang. Penyebaran daratannya terdiri dari kelompok pulau besar yaitu Halmahera, kelompok pulau sedang yaitu Morotai, Bacan, Obi, Taliabu, dan Mangoli, serta pulau kecil antara lain Ternate, Tidore, Maitara, Makian, dan Kayoa.
Maluku Utara memiliki lima gunung yang masih aktif, yaitu Gunung Dukono di Halmahera Utara, Gunung Ibu dan Gunung Gamkonora di Halmahera Barat, Gunung Gamalama di Ternate dan Gunung Makean di Halmahera Selatan. Adapun Gunung Sibela merupakan gunung tertinggi di Maluku Utara, dengan ketinggian 2.110 m di atas permukaan laut yang terletak di Halmahera Selatan.
Daerah ini memiliki 12 danau. Salah satu yang terkenal adalah Danau Tolire yang terletak di Ternate dengan kedalaman sekitar 50 meter.
3. Sejarah
Daerah ini pada mulanya adalah bekas wilayah empat kerajaan Islam terbesar di bagian timur Nusantara yang dikenal dengan sebutan Kesultanan Moloku Kie Raha (Kesultanan Empat Gunung di Maluku), sultan Ternate ke-7 Kolano Cili Aiya atau disebut juga Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331) mengundang raja–raja Maluku yang lain untuk berdamai dan bermusyawarah membentuk persekutuan. Persekutuan ini kemudian dikenal sebagai Persekutan Moti atau Motir Verbond. Butir penting dari pertemuan ini selain terjalinnya persekutuan adalah penyeragaman bentuk kelembagaan kerajaan di Maluku. Oleh karena pertemuan ini dihadiri 4 raja Maluku yang terkuat maka disebut juga sebagai persekutuan Moloku Kie Raha. Keempat kerajaan tersebut adalah:
a. Islam di Maluku Utara
Islam di Maluku Utara memiliki sejarah yang panjang. Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan lainnya.
Awal kedatangan Islam di Kepulauan Maluku termasuk Maluku Utara (Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan) masih merupakan perdebatan akademis yang terus berlanjut hingga saat ini. Perdebatan itu bukan saja karena landasan teoritis, proposisi dan asumsi-asumsi yang berbeda dari para pakar sejarah, tetapi juga karena langkahnya dokumen tertulis (arsip) yang bisa menjelaskan awal kedatangan agama tersebut.
Terlepas dari perbedaan pendapat dengan segala konsekuensinya ternyata pakar sejarah sepakat, bahwa kedatangan Islam di Maluku (termasuk Maluku Utara) melalui jalur perdagangan laut dan dilakukan dengan cara-cara damai. Maluku menjadi begitu penting dalam jaringan perdagangan laut (dunia) karena menghasilkan buah pala dan cengkih yang merupakan dua komuditi dagangan yang sangat dibutukan ketika itu.
Sedangkan proses pengislaman menurut Putuhena (1970) dilakukan melalui dua jalur yakni jalur “atas” dan jalur “bawah”. Jalur atas yang dimaksudkan adalah proses pengislaman melalui usaha dari para penguasa ketika itu. Sedangkan yang dimaksudkan dengan jalur bawah adalah proses pengislaman melalui usaha perorangan atau melalui masyarakat pada umumnya.
Prof. Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Indonesia menyatakan bahwa sejak tahun 650 M yakni 7 tahun setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW, para pedagang Arab telah membawa rempah-rempah cengkih dan pala ke pelabuhan-pelabuhan di teluk Persia untuk kemudian diperjual-belikan ke daratan Eropa. Pada masa itu telah ramai pedagang-pedagang Arab dan Persia (Iran dan Irak) yang berlayar menuju Maluku dan Maluku Utara untuk mencari rempah-rempah yang sangat mahal di Eropa itu. Selanjutnya disinyalir bahwa mungkin saja para pedagang Arab itu telah menikah dengan perempuan pribumi, berdiam disana sekian lama atau meninggal disana (Hamka, 1976). Sepeninggal mereka dan tidak ada proses peribadatan secara Islam, maka keturunan mereka kembali lagi ke suasana agama sukunya. Sinyalemen Hamka itu sejalan dengan cerita rakyat di Ternate, Hitu dan Banda tentang kehadiran orang asing yang beragama Islam di ketiga tempat tersebut. Uraian ini dapat dikonfirmasi dengan adanya jalur perdagangan yang dilalui pedagang-pedagang Arab, Persia, Gujarat maupun Cina yang dikenal dalam sejarah sebagai jalur sutera (silk road) dan jalur rempah (spice route).
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja Ternate adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram. Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Pada tahun yang sama berdiri pula Kerajaan Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
Dalam proses sejarahnya di Maluku dan Maluku Utara agama Islam telah mengalami salah satu fase yang oleh Radjawane disebut masa stagnasi yaitu menarik diri dari percaturan politik, sosial maupun budaya sejak zaman VOC sampai berakhirnya pemerintaan Hindia Belanda di Indonesia. Pada masa ini agama Islam seakan-akan menarik diri dari percaturan politik dan pemerintahan karena kekuatan pemerintah jajahan yang tidak bisa dilawan.
Hal ini tidak berarti agama Islam mengalami kemunduran, karena dalam masa penjajahan penganut agama Islam di Maluku tidak mau bekerja sama dengan penjajah. Terdapat tiga faktor penyebabnya yaitu (1) Secara politis agama Islam bertentangan dengan agama Kristen yang dibawa oleh Belanda. (2) Dalam lapangan pendidikan, penganut agama Islam dianaktirikan dalam mendapatkan pendidikan bukan karena tidak mau dididik tetapi karena adanya peraturan yang mengutamakan mereka yang beragama Kristen, dan (3) Orang Islam Maluku tidak mau memasuki lapangan kemiliteran, karena yang masuk militer diutamakan yang beragama Kristen dan kemudian untuk berperang di daerah-daerah yang banyak penganut Islamnya, seperti Perang Makassar, Perang Banten, Perang Diponegoro dan Perang Aceh (Leirissa, 1999 : 23).
Faktor-faktor inilah yang menyebabkan Maluku seakan-akan diidentikkan dengan agama Kristen karena yang paling banyak memasuki lapangan pemerintahan, pendidikan dan kemiliteran adalah orang-orang Maluku yang beragama Kristen. Sedangkan orang-orang yang beragama Islam umumnya menarik diri dari ketiga lapangan tersebut, sehingga tidak dikenal di seluruh Indonesia (Radjawane; 1960).
Dalam proses menuju kemerdekaan, peranan umat Islam di Maluku mulai nampak dominan baik dalam mewujudkan kemerdekaan maupun dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Kemudian dapat diperhatikan peranan desa-desa Islam di Maluku Utara, Tengah, dan Tenggara pada fase revolusi fisik khususnya dalam perjuangan menghadapi pemberontakan RMS yang diduga disponsori oleh pemerintah Belanda. Bukti historis yang sangat penting adalah kemenangan umat Islam Maluku melalui partai Masyumi dalam pemilihan Umum tahun 1955. Kemenangan ini merupakan hasil proses islamisasi yang telah berlangsung sejak abad ke-15 dan mempengaruhi kehidupan politik, sosial dan budaya di Maluku.
b. Maluku Utara dalam Kancah Perang Dunia Kedua
Di masa Perang Dunia II, sebagian wilayah Indonesia menjadi bagian dari palagan Pasifik (Pacific Theatre) dalam perseteruan antara Balatentara Jepang dengan Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat dalam memperebutkan hegemoni kekuasaan di Asia-Pasifik. Wilayah tersebut salah satunya adalah sebuah pulau di utara Pulau Halmahera, yaitu Pulau Morotai.
Pulau Morotai di masa Perang Dunia II menjadi arena bagi pertempuran antara Negeri Sakura dan Paman Sam, dimulai pada tahun 1942. Ketika itu Jepang menduduki Morotai untuk digunakan sebagai pangkalan militer mereka dalam menguasai Indonesia (Hindia Belanda), Filipina, dan sebagian Malaysia.
Pihak Sekutu memandang Pulau Morotai sebagai tempat strategis. Lokasinya cocok untuk digunakan sebagai basis untuk merebut kembali Filipina dari Jepang. Pada tahun 1944, tentara sekutu dari Amerika Serikat dan Australia di bawah pimpinan Panglima Pasifik Barat, Jenderal Douglas MacArthur akhirnya berhasil mendarat di Morotai tepatnya di bagian barat daya pulau ini.
Amerika dan sekutunya kemudian menggunakan Pulau Morotai sebagai basis serangan pesawat militernya sebelum menuju Filipina dan Borneo bagian timur. Penduduk lokal di Pulau Morotai yang masih mengingat Perang Dunia II menyebut pada 1944-1945 tempat ini merupakan lokasi pertempuran sengit dari puluhan pesawat tempur yang menderu ketika lepas landas dan mendarat di sepanjang Teluk Daruba. Selepas Perang Dunia II berlangsung, pasukan Sekutu terus menempati Morotai hingga akhirnya Jepang menyerah tahun 1945 dan Pasukan Sekutu meninggalkan pulau tersebut.
4. Demografi
a. Kependudukan
Populasi penduduk Provinsi Maluku Utara mencapai 1.282.937 jiwa berdasarkan Sensus Penduduk 2020. Dari jumlah itu, sebanyak 657.411 orang berjenis kelamin laki-laki (51,24 persen) dan sebanyak 625.526 orang berjenis kelamin perempuan (48,76 persen).
Rasio jenis kelamin penduduk Provinsi Maluku Utara sebesar 105, yang artinya terdapat 105 penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan pada tahun 2020. Laju pertumbuhan penduduk per tahun 2010-2020 sebesar 2,07 persen.
Halmahera Selatan tercatat berpenduduk terbesar yaitu 235,1 ribu jiwa, kemudian Kota Ternate sebanyak 233,2 ribu jiwa, sedangkan jumlah penduduk terkecil berada di Pulau Taliabu, hanya 53 ribu jiwa.



Maluku Utara memiliki etnis yang sangat beragam. Setidaknya terdapat 37 etnis yang hidup di provinsi ini. Dari 37 etnis tersebut, beberapa etnis yang cukup besar dan dominan di wilayah Maluku Utara adalah Makian, Tidore, dan Sula. Adapun etnis dari luar Maluku yang cukup dominan dalam hidup sehari-hari antara lain Manado, Bugis, Sangir, dan Gorontalo.
Maluku Utara merupakan cerminan sebuah provinsi dengan mayoritas (87 persen) penduduk beragama Islam dengan konsentrasi terbesar di Kota Ternate dan Halmahera Selatan. Pemeluk agama lainnya, yaitu Kristen Protestan, relatif terkonsentrasi di Halmahera Utara. Adapun pemeluk Katolik banyak mendiami Kepulauan Sula.
Penduduk Maluku Utara terbanyak bekerja di sektor pertanian. Angkanya mencapai 42,17 persen dari angkatan kerja. Kemudian 20,66 persen bekerja di sektor jasa-jasa, sektor perdagangan mencapai 15,31 persen serta 21,87 persen di sektor lainnya.

b. IPM
Pembangunan manusia di Maluku Utara mengalami kemajuan dalam satu dekade terakhir. IPM Maluku Maluku meningkat dari 64,27 pada tahun 2010 menjadi 68,70 pada tahun 2019. Namun pada tahun 2020, IPM turun menjadi 68,49.
Capaian pembangunan Maluku Utara ini tergolong IPM “sedang”, yaitu berada diantara 60 sampai di bawah 70. Pada level nasional, IPM Maluku Utara berada pada peringkat 27 dari 34 provinsi di Indonesia.

Adapun umur harapan hidup (UHH) Maluku Utara pada tahun 2020 tercatat 68,33 tahun. Harapan lama sekolah (HLS) mencapai 13,67 tahun dan rata-rata lama sekolah (RLS) mencapai 9,04 tahun (kelas IX). Sementara pengeluaran per kapita yang disesuaikan sebesar Rp 8,03 juta tahun.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Maluku Utara pada Agustus 2020 tercatat sebesar 5,15 persen. TPT di daerah perkotaan pada Agustus 2020 tercatat sebesar 7,40 persen sedangkan TPT di daerah perdesaan sebesar 4,30 persen.
Jumlah penduduk miskin di Maluku Utara pada September 2020 tercatat sebanyak 87,52 ribu orang (6,97 persen), bertambah sekitar 1,15 ribu orang dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2020 yang sebanyak 86,37 ribu orang (6,78 persen).
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2020 tecatat sebesar 5,03 persen atau meningkat 0,50 poin dibandingkan keadaan Maret 2020 yang sebesar 4,53 persen. Sedangkan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2020 naik 0,04 poin menjadi 7,74 persen dibandingkan keadaan pada Maret 2020 yang sebesar 7,70 persen.
Pada September 2020, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Maluku Utara yang diukur oleh Gini Ratio adalah sebesar 0,290 turun sebesar 0,018 poin dari kondisi Maret 2020 yang sebesar 0,308. Gini Ratio di Provinsi Maluku Utara merupakan yang terendah ke-2 dari 34 Provinsi di Indonesia.
5. Potensi Ekonomi
Perekonomian Maluku Utara terutama berasal dari sektor pertanian, kehutanan dan perikanan. Dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku tahun 2020 sebesar Rp 42,14 triliun, sektor ini mampu berkontribusi sebesar 21,13 persen.
Selanjutnya, sektor perdagangan besar dan eceran reparasi mobil dan sepeda motor menyusul dengan kontribusi sebesar 15,95 persen, administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib berkontribusi sebesar 15,22 persen, industri pengolahan sebesar 10,76 persen, serta pertambangan dan penggalian sebesar 11,11 persen.

Di sektor pertanian, Maluku Utara kaya dengan hasil rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Sebagai wilayah kepulauan, sumber daya lautnya juga menjanjikan. Potensi perikanan tangkap mencapai 1,035 juta ton per tahun. Perairan di Maluku Utara kaya akan ikan tuna, cakalang, tongkol, kakap, dan tenggiri.

Di sektor pertambangan, daerah ini memiliki berbagai potensi mineral dan bahan galian seperti nikel di Tanjung Buli. Potensi nikel laterit tersebar di Tanjung Buli, Pulau Gebe, Pulau Gee, Pulau Gag, Pulau Pakal, Pulau Obi, dan Teluk Weda. Selain nikel, daerah ini juga memiliki deposit emas di daerah Malifut, Kao teluk, Loloda Kepulauan, dan Halmahera Utara.
Laju pertumbuhan ekonomi Maluku Utara dalam satu dekade terakhir di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional. Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara bahkan masih tumbuh positif sebesar 4,92 persen, padahal rata-rata nasional terkontraksi sebesar 2,07 persen sebagai dampak pelemahan ekonomi akibat merebaknya pandemi Covid-19.
Provinsi Maluku Utara menjadi primadona baru tujuan investasi bagi Penanaman Modal Asing (PMA) di wilayah Indonesia Timur. Tercatat pada periode Januari-Desember 2020, provinsi Maluku Utara berada pada peringkat 3 di antara semua provinsi yang menjadi lokasi PMA, dengan jumlah realisasi investasi sebesar US$2,4 miliar. Sedangkan realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sebesar Rp662,1 miliar.
Nilai ekspor Maluku Utara pada Januari 2021 sebesar 193,35 juta dolar AS, meningkat 31,13 persen dibanding Desember 2020 yang senilai 147,45 juta dolar AS. Ekspor Maluku Utara pada Januari 2021 berupa golongan barang besi dan baja ke China, India, dan Korea Selatan.
Sebelum tahun 2019, ekspor Maluku Utara lebih didominasi oleh pertambangan bijih nikel. Namun, setelah berlakunya Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 yang melarang ekspor bijih nikel dengan kadar di bawah 1,7 persen, ekspor Maluku Utara didominasi oleh komoditas paduan fero.
Nilai impor Provinsi Maluku Utara pada Januari 2021 sebesar 26,05 juta dolar AS, turun 71,17 persen dibanding Desember 2020 yang senilai 90,36 juta dolar AS. Barang yang paling banyak diimpor yaitu golongan mesin-mesin/pesawat mekanik. Barang impor Maluku Utara pada bulan Januari 2021 berasal dari China dan Inggris.
Di sektor pariwisata, pesona wisata di Maluku Utara semakin dilirik oleh para wisatawan. Ribuan wisatawan mancanegara setiap tahunnya datang ke provinsi ini untuk menikmati keindahan lanskap alam yang komplet, mulai laut, darat, hingga pegunungan. Tiga pulau berjuluk segitiga emas, yakni Ternate, Tidore, dan Morotai, menjadi salah satu daya tarik wisatawan.
Beberapa destinasi wisata di daerah ini antara lain keindahan Pulau Dodola, Pulau Kolorai, Pulau Kokoya, Air Terjun Raja, Tanjung Gurango, peninggalan sejarah Perang Dunia II di Kabupaten Pulau Morotai, Pulau Widi di Bacan, Pantai Sulamadaha, Pantai Jikomalamo, Danau Tolire, Batu Anggus, dan wisata sejarah Benteng Orange, Benteng Kastela, Benteng Kalamata di Kota Ternate serta Air Terjun Kastela, Mariporoco, Pulau Sosota di Kabupaten Halmahera Barat.
6. Rencana Pengembangan
Pengembangan Kota Baru Sofifi termasuk dalam major project amanat dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Ibukota Sofifi sebagai pusat kegiatan skala provinsi seharusnya berfungsi sebagai kawasan perkantoran, baik pemerintahan maupun non pemerintahan, kawasan komersil skala kota, dan kota jasa. Selain itu, Ibukota Sofifi juga menjadi simpul transportasi regional dengan moda dan jaringan smart infrastructure yang terpadu, termasuk sebagai pintu masuk utama transportasi laut di Maluku Utara.
Kawasan Morotai yang berada di Provinsi Maluku Utara, merupakan salah satu dari 12 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) prioritas. Tidak hanya itu, daerah tersebut juga merupakan salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang telah ditetapkan pemerintah dan merupakan kawasan perbatasan.
Program Strategis Nasional (PSN) Kawasan Industri Teluk Weda dan Kawasan Industri Pulau Obi. Kawasan Industri Teluk Weda sendiri dibangun di lahan seluas 8.000 hektar dan pada tahun 2022 nanti melibatkan 19.300 orang sebagai upaya program padat karya. Di sisi lain, Kawasan Industri Pulau Obi memiliki luas 12.000 hektar dan saat ini sudah menggunakan tenaga 9.800 pekerja. Kedua kawasan ini mengolah dan memproduksi besi, nikel, dan prekursor baterai listrik dan diperkirakan nantinya nilai investasinya bisa sampai USD 23 miliar.
Kawasan Industri Weda Bay merupakan Kawasan Industri pertama terintegrasi di Indonesia yang diperuntukkan untuk memfasilitasi proses pengolahan mineral dan produksi komponen baterai kendaraan listrik.
Kawasan Industri Weda Bay dikembangkan di Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Propinsi Maluku Utara, Indonesia dan sudah memulai konstruksi sejak dilakukan upacara peletakan batu pertama di (Pilling Ceremony) di tahun 2018, yang dihadiri oleh Menteri Koordinator Ekonomi dan Maritim, Bapak Luhut Pandjaitan dan Menteri Perhubungan Bapak Budi Karya Sumadi dan sejumlah tokoh nasional dan tokoh masyarakat setempat diantaranya CEO PT Aneka Tambang, Gubernur Maluku Utara, Bupati Halmahera Tengah, Sultan Tidore, Kapolda Malut dan pastinya penduduk desa Weda yang sangat antusias berpartisipasi di acara tersebut.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pabrik pengolahan nikel di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), Kabupaten Halmahera Tengah, Maluku Utara perlu terus dipantau.
Berjalannya investasi IWIP yang berlokasi di kawasan timur Indonesia tersebut, diharapkan dapat membantu mewujudkan investasi yang berkualitas melalui pemerataan penyebaran investasi. Selain itu juga akan menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru di kawasan ini dalam rangka pemerataan ekonomi.

Selain IWIP beberapa perusahaan yang menanam investasi di Malut, antara lain:
- LG Energy Solution Ltd ( LG Group)
- Harita Nickel di Kawasi, Halmahera Selatan
- Lygend Resources & Technology Co Ltd di pulau Obi
- PT Jinchun Group
- PT Aneka Tambang
- PT Amazing Tabara
7. Investasi, Bencana Ekologi dan Potret Kehidupan Rakyat Maluku Utara
Dalam dua tahun terakhir, banjir besar melanda beberapa daerah di Malut, seperti di Halmahera Tengah, Halmahera Utara, Kepulauan Sula dan Halmahera Selatan.
Pada 26 Agusutus 2020, banjir besar melanda kawasan industri PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP), pengelola kawasan industri dari tambang nikel sampai pabrik smelter dan berbagai fasilitas di dalamnya. Banjir itu berdampak terhadap masyarakat desa-desa sekitar. Bencana ini diduga karena alihfungsi lahan yang tidak terkendali di daerah aliran Sungai (DAS).
Kehadiran perusahaan tambang di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil tak hanya memberikan manfaat dan dampak positif. Namun juga ancaman berupa kerusakan ekosistem laut dan lingkungan sekitar perusahaan beroperasi.
Dari 10 kabupaten kota di Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Halmahera Selatan memiliki total IUP terbanyak, yakni 39 IUP, disusul Sula 27 IUP, Halmahera Tengah 21 IUP, Halmahera Timur 20 IUP, dan Halmahera Utara 8 IUP.
Rata-rata perusahaan pemegang izin yang tersebar di wilayah tersebut, melakukan aktivitas penambangan emas, nikel, bijih besi, pasir besi, tembaga, bauksit, dan mangan. Meski dampak limbah dari tambang sampai sekarang belum terlalu besar, namun kerusakan akibat limbah dan kegiatan tambang di laut sudah ada, seperti kerusakan terumbu karang, padang lamun dan mangrove.
Untuk mengantisipasi kerusakan ekosistem laut di wilayah perusahaan pemegang IUP itu, lanjut Buyung, Dinas Kelautan dan Perikanan atau DKP Provinsi Maluku Utara akan terus melakukan upaya pencegahan. Diantaranya melakukan pencadangan kawasan konservasi sampai tahun 2038 mencapai 10 persen dari luas laut Provinsi Maluku Utara sebesar 113.796,53 km2 dan darat 32.004,57 km2.
Kehadiran perusahaan tambang PT Amazing Tabara mengusik kehidupan penduduk di Desa Sambiki, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan. Pasalnya, luas konsesi izin yang diterbitkan melalui Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu atau PTSP Provinsi Maluku Utara tahun 2018 tentang Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Produksi kepada perusahaan tambang nikel dengan luas izin 4.655 hektare ini, telah mengancam perkebunan dan pekampungan penduduk di desa setempat. Izin yang dikeluarkan itu dilaporkan warga telah mencaplok lahan perkebunan cengkeh dan pala milik mereka, bahkan menyasar hingga ke pantai di wilayah desa setempat.
Kasus illegal fishing di laut Perairan Maluku Utara masih terjadi. Kondisi ini semakin diperparah dengan situasi pandemi Covid-19 yang berdampak pada refocusing anggaran pengawasan terhadap aktivitas perikanan tangkap yang dilakukan secara ilegal ini. Kasus illegal fishing yang masih marak ditemukan ini terjadi di Morotai, Halmahera Selatan, dan Sanana.
8. Maluku Utara Ditinjau dalam Jalur Maritim Indonesia Timur
Posisi geografis Provinsi Maluku berada pada jalur transportasi internasional yang menghubungkan Samudera Pasifik di utara dan Samudera Hindia di selatan, sebagaimana diatur dalam UNCLOS 1982 yang telah diratifikasi menjadi UU Nomor 17 Tahun 1985, bahwa wilayah NKRI dibagi menjadi tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) dan Provinsi Maluku berapa pada Wilayah ALKI III.

Alur Laut Kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara asing di atas alur tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal semata-mata untuk transit yang terus menerus, langsung, dan secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia dan di bagian laut lepas atau Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia lainnya.
Jalur pada ALKI-III-A yang difungsikan untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, Selat Ombai, dan Laut Sawu. ALKI III-A sendiri mempunyai 4 cabang, yaitu ALKI Cabang III B: untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda, dan Selat Leti ke Samudera Hindia dan sebaliknya; ALKI Cabang III C: untuk pelayaran dari Samudera Pasifik melintasi Laut Maluku, Laut Seram, Laut Banda ke Laut Arafura dan sebaliknya.
Walaupun disadari bahwa ALKI hanyalah merupakan alur laut untuk pelayaran dan dilarang untuk berhenti, tetapi tetap harus diwaspadai karena sebagian besar pulau kecil yang dilalui jalur ALKI tidak berpenghuni dan kemampuan pengawasan keamanan laut masih terbatas. Untuk itu perlu ada perhatian khusus dari pemerintah pusat dalam menata dan membangun pulau-pulau kecil di wilayah perbatasan, baik pulau yang berpenghuni maupun pulau yang tidak berpenghuni.
Untuk ALKI III, potensi ancaman berasal dari imbas konflik internal negara tetangga di utara (Filipina) dan selatan (Timor Leste), seperti dijadikannya wilayah ALKI IIIA sebagai sarana pelarian atau kegiatan lain yang membahayakan keamanan laut serta imbas dari lepasnya Timor Timur menjadi negara berdaulat (Timor Leste) terkait dengan blok migas di sebelah selatan pulau Timor, seperti pelanggaran wilayah, penyelundupan, dan klaim teritorial.
Di samping itu, imbas konflik internal seperti separatisme Republik Maluku Selatan (RMS) di Maluku dan Gerakan Papua Merdeka (GPM) di Papua serta imbas politik luar negeri Australia, seperti pelebaran pengaruh Australia terhadap wilayah sekitar di utara (Indonesia, Timor Leste, dan Papua New Guinea) serta dukungannya terhadap gerakan separatisme dan juga imbas potensi sumber kekayaan alam melimpah yang belum terkelola, seperti pencurian ikan dan pencurian kekayaan alam lainnya, juga merupakan potensi ancaman tersendiri bagi ALKI III.

Karena besarnya potensi ancaman yang mengelilingi Indonesia, maka pemerintah akan membangun pangkalan militer di Natuna dan empat lagi di Biak, Merauke, Morotai, dan Saumlaki.
C. Kesimpulan
- Maluku Utara dengan berbagai potensi kekayaan alamnya menjadi incaran para investor. Namun besarnya nilai investasi yang masuk tidak/belum berkorelasi dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara umum.
- Investasi yang jor-joran justru menjadi ancaman bagi lingkungan dan mengundang bencana ekologis.
- Perairan Maluku yang terbuka dan berbatasan langsung dengan alur laut internasional berpotensi menjadi ancaman untuk masuknya intervensi Asing. Sehingga harus ada perhatian serius dari aspek pertahanan keamanan di wilayah tersebut.
D. Rekomendasi Program dan Uslub Dakwah
Isu | Investasi dan Dampak Ekologi & Sosial | ALKI III, Potensi dan Ancaman |
Strategi Opini | Shiro’ul Fiqr, Kifah Siyasi | Shiro’ul Fiqr, Kifah Siyasi |
Target | Umum | Tokoh Muslimah |
Elemen Sasaran | Mau’idzotul hasanah | Mau’idzotul hasanah |
Angel Opini/ Pendekatan Tema | Pengelolaan SDA dan Distribusi Kekayaan dalam Islam | Perlunya meningkatkan kesadaran politik masyarakat. |
Teknik Pembentukan Opini | Majelis ta’lim online dan offline, artikel online, interaksi offline, video, podcast | FGD online, artikel online, interaksi offline, video, podcast. |
Media | Zoom, IG, YT, makalah dan PPT materi | Zoom, makalah dan PPT materi, IG, YT |
Sumber:
- Maluku Utara – Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
- https://id.wikipedia.org/wiki/Islam_di_Maluku_Utara
- Provinsi Maluku Utara: Mutiara di Timur Indonesia (kompas.id)
- https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbmaluku/wp-content/uploads/sites/13/2014/08/naskah-ini-telah-di-terbitkan-BPNB-Ambon-2012.pdf
- Badan Pusat Statistik Provinsi Maluku Utara (bps.go.id)
- Sejarah Perang Pasifik Di Pulau Morotai Maluku Utara – SejarahOne.id
- Provinsi Maluku Utara (atrbpn.go.id)
- https://id.wikipedia.org/wiki/Alur_Laut_Kepulauan_Indonesia
- https://www.tribun-maluku.com/2014/12/maluku-ada-pada-wilayah-akli-iii/
- Menilik Alur Laut Kepulauan Indonesia II (lipi.go.id)
- Tentang IWIP – PT. Indonesia Weda Bay Industrial Park
- Kawasan Industri di Maluku Utara Bisa Gaet Investasi Rp328 Triliun (mediaindonesia.com)
- https://ekonomi.bisnis.com/read/20210218/9/1358090/bakal-jadi-percontohan-nasional-bkpm-pantau-terus-smelter-di-iwip
- Maluku Utara Daerah Rawan Bencana, Investasi Ekstraktif Makin Tingkatkan Risiko : Mongabay.co.id
- https://kieraha.com/kabar-utama/laporan-khas/41483/di-balik-izin-perusahaan-tambang-pt-amazing-tabara-di-obi-halmahera/
- https://kieraha.com/kabar-utama/lingkungan/41009/sejak-pandemi-kasus-illegal-fishing-di-maluku-utara-tambah-marak/
- https://kieraha.com/kabar-utama/lingkungan/24414/limbah-tambang-ancam-ekosistem-laut-halmahera/
- https://mediaindonesia.com/politik-dan-hukum/263634/4-pangkalan-militer-ri-antisipasi-ancaman
0 Komentar