Krisis lingkungan dan perubahan iklim merupakan fakta yang tak terbantahkan lagi. Ketika naskah ini ditulis, negara-negara di Benua Eropa sedang diterpa gelombang panas hingga mencapai 40° celcius, dan suhu rata-rata dunia naik lebih dari 1,5° celcius per tahunnya. Isu perubahan iklim lingkungan yang dulunya hanya didominasi oleh aktivis-aktivis lingkungan sekarang menjadi isu utama yang dibahas di forum-forum para petinggi negara baik skala nasional, regional, maupun iternasional. Tak terkecuali forum G-20 yang saat ini digelar di Bali, Indonesia, menjadikan transisi kepada energi yang berkelanjutan menjadi salah satu isu prioritas. Energi dengan yang berasal dari bahan bakar
fosil dianggap merupakan salah satu biang keladi terjadinya perubahan iklim. Sehingga dunia sudah harus mulai beralih ke energi yang lebih kecil menyumbang emisi karbon. Negara-negara G-20 mewakili 80% perekonomian dunia, 75% perdagangan internasional, dan 60% populasi dunia. Ini berarti negara-negara G-20 juga penyumbang emisi karbon terbesar, karena emisi karbon paling besar diakibatkan oleh aktivitas ekonomi dan perdagangan. Namun mampukah G-20 mendorong transisi energi global? Apakah berdampak pada upaya mengatasi perubahan iklim? Atau mengulangi kegagalan kerjasama multilateral lain yang seringkali hanya menjadi ajang kumpul-kumpul para elit yang justru banyak menyumbang emisi karbon?


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *