Kepemimpinan adalah sebuah amanah besar. Tidak layak disematkan pada kandidat yang tidak memiliki integritas dan kapabilitas, terlebih diraih dengan cara-cara kotor dan culas. Sudah pasti, pemimpin model seperti ini tidak pernah menganggap jabatan adalah amanah, namun hanya sarana untuk meraih tujuan duniawi semata. Dalam iklim demokrasi kapitalis, hanya melahirkan sosok yang memuaskan kepentingan oligarki.
Era digital semakin memudahkan para kandidat memoles citra demi meraih tangga kekuasaan melalui iklan-iklan politik di berbagai media. Seperti halnya iklan komersial, iklan politik melalui kampanye lebih banyak berisi konten citra kandidat dan info apapun yang mendukungnya. Tidak hanya dibalut secara berlebihan bahkan penuh kebohongan. Politisi tidak dianggap sekedar kandidat, namun juga ‘merk’, harus dibungkus dengan kemasan semenarik mungkin untuk menunjukkan profil terbaik di hadapan publik. Beberapa tahun terakhir, penggunaan media sosial menjadi alat efektif untuk menaikkan citra politisi hingga berhasil meraih kekuasaan di berbagai negara, bahkan melahirkan sosok pemimpin ‘bermasalah’. Berikut adalah contoh potret ‘kotor’ kampanye digital politisi yang akhirnya melahirkan pemimpin yang ‘bermasalah’ antara lain Narendra Modi di India, Donald Trump di Amerika Serikat dan Bongbong Marcos Jr. di Filipina. Bagaimana dengan Indonesia? Agaknya publik sudah mulai jeli melihat bahwa kepemimpinan saat ini juga lahir dari cara yang tidak sehat. Semestinya publik juga memiliki tanggung jawab agar sistem kotor yang berpotensi melahirkan pemimpin ‘pro oligarki’ tidak terulang lagi.
0 Komentar