Oleh: Tolawati Ummu Athiyah


Berbagai upaya untuk menarik kaum perempuan agar menunjukkan eksistensinya di ranah publik tidak pernah surut. Bahkan di masa pandemi tuntutan agar kaum ibu semakin gesit mencari pundi-pundi Rupiah justru semakin ditekankan.
Dalam seminar nasional “Perempuan dan Pengembangan Ekonomi Kreatif”, Sabtu (10/4), Ketua komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga (KPRK) MUI, Dr.Hj. Siti Ma’rifah, MM, MH, menyatakan bahwa kaum perempuanlah yang paling merasakan dampak ekonomi karena pandemi, sehingga melibatkan perempuan dalam upaya pemulihan ekonomi suatu keniscayaan demi menjaga ketahanan keluarga, masyarakat dan negara. Perempuan sebagai sosok yang mengendalikan ekonomi dari rumah dituntut lebih kreatif termasuk memanfaatkan platform digital melalui ekonomi kreatif dan UMKM(koin24.co.id, 10/4/2021).
Hal senada juga disampaikan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga, bahwa perempuan menjadi tulang punggung pemulihan kondisi sosial dan ekonomi bangsa akibat pandemi Covid-19. Jumlah perempuan yang hampir mencapai 50 persen dari penduduk Indonesia merupakan sumber daya kekuatan bangsa.
Bintang berharap agar berbagai isu yang mengiringi perempuan saat ini perlu menjadi perhatian seluruh pihak. Terutama harus aktif terlibat dalam memangkas praktik-praktik patriarki yang selama ini dianggap menghambat perempuan dalam menjemput berbagai kesempatan. Menurutnya, partisipasi yang setara dan penuh dari seluruh masyarakat termasuk perempuan merupakan kunci kesejahteraan suatu bangsa(Kompas.com, 9/4/2021).
Dalam program prioritas Kementerian PPPA ada lima isu yang saling berkorelasi satu sama lain dalam bidang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak sampai 2024, yaitu peningkatan pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan; peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak; penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak; penurunan pekerja anak; dan pencegahan perkawinan anak(Republika.co.id, 13/4/2021).
Tidak dipungkiri bahwa dampak pandemi memang menggalaukan perempuan dan keluarganya, terutama dari sisi ekonomi. Meningkatnya pengeluaran akibat PJJ dan WFH ketika pendapatan menurun menuntut masyarakat mencari penghasilan tambahan. Namun, apakah menjadikan perempuan sebagai bumper kelesuan ekonomi sudah layak dan tepat?

Silahkan baca selengkapnya di:


0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *