يَـٰدَاوُۥدُ إِنَّا جَعَلْنَـٰكَ خَلِيفَةًۭ فِى ٱلْأَرْضِ فَٱحْكُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ بِٱلْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ ٱلْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ ۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَضِلُّونَ عَن سَبِيلِ ٱللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌۭ شَدِيدٌۢ بِمَا نَسُوا۟ يَوْمَ ٱلْحِسَابِ
Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat darin jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan. Allah itu super keren, entah gimana ceritanya selalu menjawab pertanyaan kita dengan cara-Nya, pada waktu yang istimewa. Gara-gara sang imam yang melantunkan surat Sad ayat ke 26 ini, saya jadi diingatkan kembali tentang kita yang Allah ciptakan di muka bumi ini sebagai khalifah yang malaikat pun bertanya mengapa, dan di surat Sad setelah menyebut nama nabi Daud ‘Alaihissallam, Allah menurunkan amr, Allah memfirmankan titah-Nya, fahkum! Tetapkanlah hukum! dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Barangsiapa yang menyimpang maka ia telah sesat dan barangsiapa yang sesat maka baginya adzab yang pedih. Bukankah ayat ini begitu radikal dan intoleran? Ketika menjelaskan ayat ini Ibn Katsir menceritakan percakapan antara Khalifah Al-Walid ibnu Abdul Malik dengan Abu Zar’ah. Al-Walid bertanya pada Abu Zar’ah apakah khalifah juga akan dihisab? Maka Abu Zar’ah menjawab, “Wahai Amirul Mu-minin, saya hanya berpesan kepadamu, hendaknyalah engkau berdoa semoga berada di dalam keamanan dari Allah. Hai Amirul Mu-minin, apakah engkau lebih mulia bagi Allah ataukah Daud ‘Alaihissalam? Sesungguhnya Allah telah menghimpunkan baginya antara kenabian dan kekhalifahan (kekuasaan), tetapi sekalipun demikian Allah mengancamnya melalui firman-Nya,” sebagaimana yang disebutkan di dalam Al-Qur’an; Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka Bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah. (Shad: 26) hingga akhir hayat.” Menjadi seorang intelektual bukankah sudah seharusnya mengubah seseorang menjadi radikal? Bukankah intelektual adalah sekelompok orang yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat dipahami setiap orang, serta menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah? Inilah intelektual transformatif, yang linear dengan penafsiran ayat Shad ke 26 di atas. Ia adalah problem solver dan memberi alternatif solusi tentu saja harus radikal, menyentuh akar persoalan, karena jika tidak tentu ia akan jadi kumatan -_- Lalu ketika kampus tidak lagi radikal dan lebih senang bermain di zona nyaman pantaskah kita berharap kampus dan para intelektualnya menjadi tumpuan perubahan?Muslimah Insight
Pentingnya Melihat dari Atas
Citra satelit dari ImageSat yang menunjukkan pada kita besarnya kerusakan akibat ledakan 2750 ton Amonium Nitrat di #Beirut #Lebanon. Diameter kerusakan 70m terjadi di lokasi kejadian, yakni pelabuhan Beirut, sementara bangunan sekitarnya juga mengalami kerusakan Read more…
0 Komentar