Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengungkapkan pentingnya utang luar negeri untuk kemajuan Indonesia. Ia menyatakan bahwa utang merupakan sesuatu yang wajar dan negeri ini tidak bisa hidup tanpa utang. Bahkan menurutnya, utang luar negeri Indonesia harus ditambah untuk kegiatan yang dapat meningkatkan penerimaan devisa. (Kumparan.com – 2/4/2018). Mindset bahwa Indonesia tidak mampu lepas dari utang adalah tanda bahwa penguasa kita memang memiliki mental yang sangat inlander. Satu sisi aset negara dalam wujud keberlimpahan SDA, begitu mudah dan murahnya untuk dikuasai asing (dengan UU PMA sebagai pintu gerbangnya). Tapi di sisi yang lain, kita merasa miskin dan selalu beralasan tak berdaya sehingga terpaksa terus berutang untuk menyambung roda pembangunan yang arahnya dan manfaatnya tak jelas untuk siapa. Selain itu, alasan bahwa dengan terus berutang akan mampu meningkatkan tambahan devisa (salah satu misalnya untuk remitansi TKI), jelas menjadi salah satu logika sesat lagi jahil dari sebuah gambaran mental yang memang telah terjajah (inlander, red). Logika ini lahir dari dependensinya terhadap ekonomi kapitalisme yang sangat rakus dalam mengkapitalisasi dan mengeksploitasi semua hal, termasuk mereka yang lemah. Negara sekedar fokus pada indikator makro yang sebenarnya secara nyata tak berkorelasi terhadap tatanan ekonomi mikro. Gap keadilan ekonomi semakin menganga. Karena apa yang dirasakan oleh rakyat ditengah kebanggaan negara dalam menumpuk utang adalah justru semakin besarnya tuntutan pajak, minimnya peningkatan pendapatan, dan sempitnya lapangan kerja. Hingga bahkan mirisnya, pemerintah kini dengan suka hati meneken regulasi (Perpres No. 20/ 2018) yang membuka lebar kran TKA untuk skenario berbagai proyek pembangunannya. (Jawapos, 8/4/2018). Maka jelas lah hadirnya negara dalam tatanan kapitalisme saat ini memang sekedar berfungsi sebagai pelayan bagi mereka yang memiliki kekuatan modal, bukan untuk rakyat secara keseluruhan. Penguasa tak lebih seperti kerbau yang dicocok hidungnya oleh Si Tuan yang memiliki kekayaan (Inlander, red). Ia hanya berambisi untuk mengisi kantong pribadi, bukan ambisi untuk seluruh rakyat yang harusnya ia ayomi. Omongnya sekedar janji basi. Kerjanya hanya untuk polesan citra diri. Sungguh Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan seorang kepala negara terbaik telah ingatkan kita semua, “Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang.” Lalu ada yang berkata kepada beliau SAW, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah utang?” Lalu Rasulullah SAW bersabda, “Jika orang yang berutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari No. 2397)
Barangsiapa yang diangkat oleh Allah untuk memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak mencurahkan kesetiaannya, maka Allah haramkan baginya surga” (HR.Bukhari No.7150-7151 dan HR. Muslim No.142)
Cicin Yulianti Tim Institut Muslimah Negarawan

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *